Kapolri Instruksi Seluruh Polda Siaga
JAKARTA
- Upaya menelusuri jejak para penyerang markas Polsek
Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara, Rabu dini hari (22/9) lalu
intensif dilakukan polisi. Mereka 100 persen yakin bahwa para penyerang
mapolsek itu adalah bagian dari jaringan teroris yang merampok Bank
CIMB Niaga, Medan, 18 Agustus lalu. Keyakinan tersebut disampaikan
Kadivhumas Polri Irjen Pol Iskandar Hasan kemarin (23/9). "Itu dilihat
dari pola serangan dan senjata yang digunakan. Mereka ini terlatih,"
katanya. Pola serangan itu rapi, teratur, dan direncanakan. Seperti
diberitakan, Mapolsek Hamparan Perak diserang sekelompok orang tak
dikenal sekitar pukul 00.30, Rabu (22/9). Mereka datang dengan
mengendarai enam motor. Aksi belasan orang bersenpi dengan bertopeng itu
menewaskan tiga petugas piket. Mereka adalah Aiptu Deto Sutejo, Bripka
Riswandi, dan Aiptu Baek Sinulingga.
Penyerangan tersebut ditengarai bermotif dendam atas ditangkapnya 19
tersangka teroris yang diduga sebagai perampok Bank CIMB Niaga. Tiga di
antara mereka tewas tertembak.
Di antara 19 orang itu, seluruh tersangka hidup (13
orang ditambah tiga orang luka parah) sudah dibawa ke Jakarta. "Enam
orang di antara mereka mengaku pernah dilatih di Aceh dan pernah
berkoordinasi dengan Abu Tholut," katanya.
Interogasi terhadap seluruh tersangka dilakukan Densus
88 secara maraton. Gunanya, melacak jejak sisa komplotan yang
diperkirakan 18 hingga 20 orang.
Selain menginterogasi mereka, polisi mengidentifikasi
tiga jasad teroris yang tewas. "Kami harus melakukan verifikasi secara
pasti berdasar catatan medis. Bentuk gigi, DNA keluarga, data sidik
jari, dan data lain sebagai perbandingan," tuturnya.
Informasi yang dihimpun Jawa
Pos menyebutkan, satu regu crisis response team (CRT) Densus 88 Mabes
Polri saat ini stand by di Lampung. Itu berdasar pengakuan salah seorang
tersangka asal Lampung bernama Wahono yang dibekuk di Bandar Lampung
pada Selasa lalu (21/9).
Sedangkan tim utama Densus 88 berada di Medan, Sumatera
Utara. Mereka menyisir seluruh wilayah yang diduga menjadi kantong
persembunyian kelompok teroris. "Mereka menyerang bersama Hamparan Perak
dengan terkoordinasi. Kami menduga, di antara 12 orang, mereka lari
dalam format tiga-tiga (per tiga orang ) atau empat-empat," kata sumber
Jawa Pos saat dihubungi dari Jakarta, kemarin.
Perwira menengah yang sekarang berada di
Medan itu menyebutkan, komando kelompok tersebut dikendalikan Abu Tholut
dari luar Sumatera dan lebih mengarah ke Jawa. "Mereka menggunakan
internet dengan email yang dienkripsi. Derajat enkripsi itu lebih kuat
daripada password biasa," katanya. Enkripsi adalah proses mengacak data
sehingga tidak dapat dibaca pihak lain.
Abu Tholut alias Musthofa, pimpinan kelompok itu,
diduga merekrut orang-orang ahli IT untuk bergabung regunya. "Kami
menduga rekrutmen itu bahkan dilakukan saat masih dalam penjara,"
katanya.
Figur
Tholut yang berwibawa memudahkannya mendapatkan simpatisan. "Dulu, dia
(Abu Tholut) berhasil merekrut Abdul Muis di Palu yang dengan beraninya
menembak Pendeta Irianto Kongkoli di siang hari," ujarnya.
Abu Tholut berangkat ke
Afghanistan atas restu Ustad Abdullah Sungkar di Malaysia pada 1987. Di
Afghanistan, Tholut masuk kamp latihan selama dua tahun. Selama di kamp
itu dia mempelajari dasar-dasar persenjataan, taktik perang gerilya dan
perang kota, dasar-dasar penggunaan bahan peledak, serta membaca peta
kompas.
Sekitar
1989-1990 terdakwa kembali ke Indonesia. Pada 1995, Abu Tholut menerima
kiriman buku dan surat dari Abdullah Sungkar yang isinya meminta
terdakwa menjajaki tempat latihan militer di Moro, Filipina, dan meminta
terdakwa bergabung dengan organisasi Jamaah Islamiyah (JI) yang
dipimpin Abdullah Sungkar. Dalam JI, terdakwa diberi jabatan mantiqi
III.
Pada 1999, dia
ke Moro dengan menggunakan paspor atas nama Herman dan menetap di kamp
Hudaibiyah delapan bulan. Selama di kamp itu Tholut mengajar taktik
berperang dan dasar-dasar militer. Dia kembali ke Indonesia pada 2000.
Pada 2001, saat terjadi
kerusuhan di Poso, Tholut datang ke Poso. Dia disana berkenalan dengan
Azmi, Zainal, Mujahid, dan Syaiful Wali (belum tertangkap). Pada saat
terjadi konflik di Poso itu, dia menghubungi Khaerudin alias Nasir
Abbas. Tholut meminta Nasir menyediakan senjata api, amunisi, dan bahan
peledak.
Pada 2003,
Tholut bertemu dengan temannya, Ikhwanudin, di TMII. Dalam pembicaraan
itu, mereka bersepakat akan meledakkan Hotel Ciputra (CitraLand).
Keduanya membagi tugas. Ikhwabudin menggambar denah hotel di Grogol,
Jakbar, itu, sedangkan Tholut menyiapkan senjata api dan bahan peledak.
Rencana belum terlaksana,
pada 8 Juli 2003, dia ditangkap polisi di rumahnya, Perumahan Permata
Hijau Permai Blok F-11 No 16 RT 07/18, Kelurahan Kali Abang Tengah,
Bekasi Utara.
Namun,
Tholut ternyata bisa bebas dengan cepat. Soal pembebasan Tholut itu,
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Untung Sugiono menyatakan bahwa
pemberian remisinya sudah sesuai dengan aturan. "Remisi itu merupakan
hak setiap narapidana. Kami hanya melaksanakan perintah undang-undang,"
kata Untung kemarin.
Menurut
Untung, pemotongan masa hukuman untuk Abu Tholut tak mengikuti
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata
Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam aturan baru itu,
narapidana terorisme diberi remisi setelah menjalani sepertiga masa
hukumannya.
Sedangkan
Abu Tholut, kata Untung, diberi remisi berdasar Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 1999. "Sebab, dia ditahan sejak 2003," katanya. Dalam
aturan lama itu, narapidana, baik narapidana umum maupun terorisme,
diberi remisi setelah menjalani enam bulan masa hukumannya. Singkatnya,
Abu Tholut mendapatkan remisi lebih cepat karena mengikuti aturan lama.
Berdasar data Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan, Abu Tholut ditahan sejak 14 Juli 2003.
Sebelumnya, mantan ketua mantiqi III itu ditangkap di Bekasi pada 8 Juli
2003 atas kepemilikan senjata api yang disimpan di Bekasi dan Semarang.
Selanjutnya, dia divonis
delapan tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 11 Mei
2004. Abu Tholut dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang
setelah bandingnya ditolak Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Dia resmi
menjadi penghuni lapas sejak 9 Agustus 2004.
Berdasar perhitungan, bila Abu Tholut menjalani seluruh
masa hukumannya dipotong masa penahanan sebelum eksekusi vonis, dia
baru bebas 9 Agustus 2011. "Jadi, dia dikurung di lapas itu seharusnya
tujuh tahun," kata Untung.
Lantaran RI masih menerapkan aturan lama, Abu Tholut
mendapat remisi umum enam bulan sejak dia dikurung. Total jenderal,
ditambah dua remisi khusus, sekali lagi remisi umum, dan remisi
dasawarsa, yang diberikan pada waktu yang berbeda-beda, Tholut mendapat
korting hukuman setahun.
Menurut Untung, lantaran dianggap berkelakuan baik dan
telah menjalani dua per tiga masa hukumannya, Abu Tholut dibebaskan
bersyarat pada 27 Agustus 2007. Dia bebas berdasar Surat Keputusan
Menteri Hukum dan HAM Nomor E4.XVI.4100.PK.04.05 THN 2007 bertanggal 13
Agustus 2007.
Apa
yang dimaksud kelakuan baik itu? Menurut Untung, definisinya
macam-macam. "Di antaranya, mengikuti program lapas, lalu juga aktif
dalam kegiatan antarnapi," ujarnya.
Di bagian lain, Mabes Polri tak ingin kasus serangan
mendadak di Polsek Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara
terulang. Secara khusus, Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri
memerintah seluruh polda untuk bersiaga. Para Kapolda diperintahkan agar
memperketat pengamanan kantor dan juga seriap anggotanya.
"Perintah disampaikan secara
langsung melalui telekonferensi tertutup dengan seluruh Kapolda Kamis
pagi tadi (23/09)," kata Kadivhumas Polri Irjen Pol Iskandar Hasan
kemarin. Teroris diduga sudah sampai tahap eksekusi aparat negara yang
dianggap bagian dari thaghut (lawan) yang harus diperangi.
Meski berada dalam kondisi
siaga teroris, menurut Iskandar, seluruh Kapolda menjamin tetap
memberikan pelayanan kepada masyarakat. "Kami tidak akan mengurangi
pelayanan karena itu yang utama sebagai tugas negara," kata jenderal
bintang dua itu.
Teroris Desertir Polisi Diancam Hukuman Mati Wajah
Sofyan Tasauri, pecatan polisi yang berbalik menjadi teroris akhirnya
muncul ke publik. Sofyan yang oleh kubu Abu Bakar Ba’asyir diduga kuat
sebagai intel dan dalang pelatihan militer di Aceh diadili di PN Depok,
Jawa Barat.
Sofyan didakwa dengan empat pasal berlapis
terkait dengan keterlibatannya dalam jaringan teroris di Nanggro Aceh
Darussalam (NAD). Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Totok
Bambang mengatakan Muhammad Sofyan Tasauri alias Abu Ahyass alias Marwan
terlibat jaringan teroris Aceh hingga akhirnya ditangkap tim Densus 88
Anti Teror Mabes Polri.
Keempat pasal tersebut, kata Totok,
yakni Undang-Undang Terorisme dan Undang-Undang Darurat tentang
Kepemilikan Senjata Api. ‘’Pasal 9 UU terorisme 15 /2003 ancaman hukuman
mati, Pasal 15 Jo pasal 7 UU terorisme berencana ikut dalam jaringan
terorisme ancaman seuumr hidup, Pasal 13 tentang penggunaan dana pribadi
untuk membeli senjata pelatihan terorisme, dan UU Darurat 12/1951
tentang kepemilikan senjata api,’’ jelasnya.
Selain itu, kata
Totok, Sofyan juga terlibat dengan pendanaan pelatihan militer di Aceh
Besar bersama Dulmatin. Junmlahnya, kata Totok, mencapai Rp325 juta
untuk jual beli senjata sebanyak 17 kali. ‘’Dana berasal dari Dulmatin
dan jual beli senjata dilakukan antara Sutrisno dan Maulana yang juga
anggota polisi bagian gudang, yang sidangnya akan digelar di Jakarta
Timur. Ada 24 pucuk senjata, jenis AR-15 ada 9, AK-47 ada4, AK-58 ada 2,
revolver ada 6, FN ada 1, Chalanger ada 1, Remington ada 1, dan 19.999
butir peluru, serta magazine 93 buah,’’ katanya.
Kelompok yang
disuplai senjatanya oleh Sofyan Tsauri ini diduga polisi sama dengan
kelompok perampok Bank CIMB Niaga di Medan, Sumatera Utara.
Menurut
Totok, peran Sofyan juga ideolog atau perancang gerakan. ‘’Terdakwa
menyampaikan tentang jihad sebagai fardu a’in dan mengajarkan ukhuwah
islamiyah, serta melakukan jual beli senjata yang diyakini sebagai
proses amaliyah untuk pendanaan terorisme,’’ungkapnya.
Sofyan
pernah menjabat sebagai Da’i Kamtibmas di Aceh Besar tahun 2002 setelah
tamat dari sekolah Bintara Polri tahun 1998. Hingga akhirnya Sofyan
dipecat tidak hormat (PTDH) dari keanggotaannya di Unit Samapta Polres
Depok pada Juli 2009.
Secara terpisah, Ketua DPP FPI bidang
hukum, Munarman menilai sosok Sofyan ini penting dicermati. ‘’Kami tidak
yakin dia desersi polisi, tapi infiltrasi,’’ kata Munarman.
Menurut
penggalangan informasi dari FPI, Sofyan adalah orang yang sangat aktif
merayu para pemuda untuk ikut pelatihan di markas Brimob. ‘’ Dari
informasi yang kami kumpulkan, dia agen yang disusupkan untuk menjebak
pemuda FPI Aceh,’’ katanya.
Menurut Munarman, relawan jihad asal
Aceh anak baik-baik. Buktinya, mereka sukarela menyerahkan diri. Ketika
menggelar pelatihan di Aceh, mereka melakukannya secara terbuka dan
tidak ada masalah. ‘’Tidak ada pelanggaran hukum. Justru saat batal ke
Palestina, mereka ini didekati Sofyan,’’ katanya.
Polda
Jambi Kerahkan Sniper
Pasca penyerangan Polsek Hamparan
Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara, yang menewaskan tiga anggota
polisi, Rabu (22/9) dini hari lalu, seluruh jajaran polri langsung
bersiaga, termasuk Polda Jambi. Kemarin (23/9), Kapolda Jambi Brigjen
Pol Bambang Suparsono langsung memerintahkan jajarannya memperketat
penjagaan di pintu masuk Provinsi Jambi.
Peningkatan pengamanan
di daerah perbatasan yang menjadi pintu masuk ke Jambi ini dilakukan
untuk mengantisipasi masuknya kelompok teroris Medan tersebut ke Jambi.
Ini lakukan sesuai dengan instruksi Kapolri Jenderal Bambang Hendarso
Danuri.
Sebanyak 120 personel dari Brimob, Samapta, Lalu Lintas,
dan Intelijen, kemarin diturunkan. Mereka ditempatkan di empat titik
pintu perbatasan, Jambi-Palembang, Provinsi Sumatera Selatan;
Jambi-Linggau, Provinsi Sumatera Selatan; Jambi-Riau; dan Jambi-Padang,
Provinsi Sumatera Barat.
Kabid Humas Polda Jambi AKBP Almansyah,
mengatakan, penempatan personel itu untuk mengantisipasi berbagai hal
yang tidak diinginkan. Seperti para pelaku yang akan kabur melalui
Provinsi Jambi. “Seluruh kendaraan akan diperiksa. Ini untuk menutup
peluang pelaku melarikan diri ke luar daerah,” katanya.
Ditanya
lokasi mana saja yang mendapat penjagaan, dia menolak membeberkannya
dengan alasan rahasia. “Yang jelas, ada empat titik perbatasan. Kalau
kita beberkan di mana saja, itu sama saja mempermudah para pelaku,”
ujarnya.
Menurut Almansyah, intel diturunkan untuk bisa lebih
memantau kondisi di lapangan. Sehingga, hal-hal yang dianggap sangat
mendesak bisa segera diketahui dan diinformasikan.
Selain dari
polda, kata dia, tiap polres juga menurunkan personelnya untuk melakukan
penjagaan. Personel yang diturunkan ke lapangan itu juga membawa
senjata lengkap, termasuk penembak jitu alias sniper.
Pantauan
di lapangan, sebelum diberangkatkan, seluruh personel melakukan apel
kesiapan di Lapangan Hijau Mapolda Jambi, kemarin (23/9) pagi. Setelah
apel, secara bergiliran personel itu diberangkatkan. Hingga pukul 15.00,
proses pemberangkatan masih terlihat. Mereka diberangkatkan baik dengan
kendaraan polri, atau kendaraan umum.
Almansyah mengatakan,
masyarakat di wilayah perbatasan juga diharapkan bisa berperan aktif.
Warga diminta bisa membantu petugas dengan memberikan informasi
secepatnya ke kantor polisi terdekat, bila mengetahui dan mencurigai ada
warga baru yang masuk ke daerahnya.
Kapolri Minta
Semua Mapolsek Siaga
Sebelumnya, Kapolri Jenderal
(Pol) Bambang Hendarso Danuri meminta seluruh jajaran kepolisian di
daerah meningkatkan kewaspadaan. Permintaan Kapolri itu dimaksudkan
untuk mencegah terulangnya insiden yang menewaskan tiga personel polisi
itu.
"Tadi jam sembilan, Kapolri telah langsung menyampaikan ke
polda-polda," ujar Kadiv Humas Polri Irjen (Pol) Iskandar Hasan dalam
keterangan persnya di Mabes Polri, kemarin (23/9) sore. Dijelaskannya,
instruksi Kapolri ini disampaikan melalui video conference yang
dilakukan dengan seluruh Kapolda.
Peningkatan kewaspadaan,
tambahnya, berupa pengawasan lebih ketat terhadap para pengunjung
polsek, baik individu maupun kelompok. "Di satu pihak kita melayani
masyarakat, tapi kta harus berhati-hati apakah masyarakat tadi
benar-benar minta pelayanan atau tidak," imbuhnya.
Selain
meminta peningkatan pengamanan, Kapolri juga meminta jajaranya untuk
melakukan pendataan ulang senjata, peluru dan amunisi dan lainnya.
Tujuannya, untuk mengetahui secara rinci jumlah amunisi yang dimiliki
serta riwayat senjata yang dimusnahkan.
Dari pendataan ini, kata
Iskandar, akan diketahui apakah senjata yang digunakan para perampok
merupakan senjata yang berasal dari gudang polri atau tidak. "Ini untuk
mengetahui ada kebobolan atau ada oknum yang memanfaatkan," ucapnya.
Sebelumnya, kasus penyelewengan senjata dari gudang polri pernah
terungkap saat Densus 88 Anti Teror menangkap kelompok yang diduga
teroris, yang melakukan pelatihan militer di pedalaman Aceh beberapa
bulan lalu.
Saat itu, sejumlah pucuk senjata beserta ribuan
butir amunisi yang disita merupakan senjata disposal milik polri yang
seharusnya dimusnahkan karena kadaluarsa. Namun oleh oknum polisi yang
bekerja di gudang senjata itu, senjata-senjata itu dijual ke kawanan
yang diduga teroris itu. Hal inilah yang ingin dicegah polri dengan
pendataan itu.(jpnn) |
0 komentar:
Posting Komentar