Jumat, 24 September 2010

Sungai Penuh Online : Tholut Kendalikan Teror dari Jawa


Kapolri Instruksi Seluruh Polda Siaga
JAKARTA - Upaya menelusuri jejak para penyerang markas Polsek Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara, Rabu dini hari (22/9) lalu intensif dilakukan polisi. Mereka 100 persen yakin bahwa para penyerang mapolsek itu adalah bagian dari jaringan teroris yang merampok Bank CIMB Niaga, Medan, 18 Agustus lalu. Keyakinan tersebut disampaikan Kadivhumas Polri Irjen Pol Iskandar Hasan kemarin (23/9). "Itu dilihat dari pola serangan dan senjata yang digunakan. Mereka ini terlatih," katanya. Pola serangan itu rapi, teratur, dan direncanakan. Seperti diberitakan, Mapolsek Hamparan Perak diserang sekelompok orang tak dikenal sekitar pukul 00.30, Rabu (22/9). Mereka datang dengan mengendarai enam motor. Aksi belasan orang bersenpi dengan bertopeng itu menewaskan tiga petugas piket. Mereka adalah Aiptu Deto Sutejo, Bripka Riswandi, dan Aiptu Baek Sinulingga.

Penyerangan tersebut ditengarai bermotif dendam atas ditangkapnya 19 tersangka teroris yang diduga sebagai perampok Bank CIMB Niaga. Tiga di antara mereka tewas tertembak.
Di antara 19 orang itu, seluruh tersangka hidup (13 orang ditambah tiga orang luka parah) sudah dibawa ke Jakarta. "Enam orang di antara mereka mengaku pernah dilatih di Aceh dan pernah berkoordinasi dengan Abu Tholut," katanya.
Interogasi terhadap seluruh tersangka dilakukan Densus 88 secara maraton. Gunanya, melacak jejak sisa komplotan yang diperkirakan 18 hingga 20 orang.
Selain menginterogasi mereka, polisi mengidentifikasi tiga jasad teroris yang tewas. "Kami harus melakukan verifikasi secara pasti berdasar catatan medis. Bentuk gigi, DNA keluarga, data sidik jari, dan data lain sebagai perbandingan," tuturnya.
Informasi yang dihimpun Jawa Pos menyebutkan, satu regu crisis response team (CRT) Densus 88 Mabes Polri saat ini stand by di Lampung. Itu berdasar pengakuan salah seorang tersangka asal Lampung bernama Wahono yang dibekuk di Bandar Lampung pada Selasa lalu (21/9).
Sedangkan tim utama Densus 88 berada di Medan, Sumatera Utara. Mereka menyisir seluruh wilayah yang diduga menjadi kantong persembunyian kelompok teroris. "Mereka menyerang bersama Hamparan Perak dengan terkoordinasi. Kami menduga, di antara 12 orang, mereka lari dalam format tiga-tiga (per tiga orang ) atau empat-empat," kata sumber Jawa Pos saat dihubungi dari Jakarta, kemarin.
Perwira menengah yang sekarang berada di Medan itu menyebutkan, komando kelompok tersebut dikendalikan Abu Tholut dari luar Sumatera dan lebih mengarah ke Jawa. "Mereka menggunakan internet dengan email yang dienkripsi. Derajat enkripsi itu lebih kuat daripada password biasa," katanya. Enkripsi adalah proses mengacak data sehingga tidak dapat dibaca pihak lain.
Abu Tholut alias Musthofa, pimpinan kelompok itu, diduga merekrut orang-orang ahli IT untuk bergabung regunya. "Kami menduga rekrutmen itu bahkan dilakukan saat masih dalam penjara," katanya.
Figur Tholut yang berwibawa memudahkannya mendapatkan simpatisan. "Dulu, dia (Abu Tholut) berhasil merekrut Abdul Muis di Palu yang dengan beraninya menembak Pendeta Irianto Kongkoli di  siang hari," ujarnya.
Abu Tholut berangkat ke Afghanistan atas restu Ustad Abdullah Sungkar di Malaysia pada 1987. Di Afghanistan, Tholut masuk kamp latihan selama dua tahun. Selama di kamp itu dia mempelajari dasar-dasar persenjataan, taktik perang gerilya dan perang kota, dasar-dasar penggunaan bahan peledak, serta membaca peta kompas.
Sekitar 1989-1990 terdakwa kembali ke Indonesia. Pada 1995, Abu Tholut menerima kiriman buku dan surat dari Abdullah Sungkar yang isinya meminta terdakwa menjajaki tempat latihan militer di Moro, Filipina, dan meminta terdakwa bergabung dengan organisasi Jamaah Islamiyah (JI) yang dipimpin Abdullah Sungkar. Dalam JI, terdakwa diberi jabatan mantiqi III.
Pada 1999, dia ke Moro dengan menggunakan paspor atas nama Herman dan menetap di kamp Hudaibiyah delapan bulan. Selama di kamp itu Tholut mengajar taktik berperang dan dasar-dasar militer. Dia kembali ke Indonesia pada 2000.
Pada 2001, saat terjadi kerusuhan di Poso, Tholut datang ke Poso. Dia disana berkenalan dengan Azmi, Zainal, Mujahid, dan Syaiful Wali (belum tertangkap). Pada saat terjadi konflik di Poso itu, dia menghubungi Khaerudin alias Nasir Abbas. Tholut meminta Nasir menyediakan senjata api, amunisi, dan bahan peledak.
Pada 2003, Tholut bertemu dengan temannya, Ikhwanudin, di TMII. Dalam pembicaraan itu, mereka bersepakat akan meledakkan Hotel Ciputra (CitraLand). Keduanya membagi tugas. Ikhwabudin menggambar denah hotel di Grogol, Jakbar, itu, sedangkan Tholut menyiapkan senjata api dan bahan peledak.
Rencana belum terlaksana, pada 8 Juli 2003, dia ditangkap polisi di rumahnya, Perumahan Permata Hijau Permai Blok F-11 No 16 RT 07/18, Kelurahan Kali Abang Tengah, Bekasi Utara.
Namun, Tholut ternyata bisa bebas dengan cepat. Soal pembebasan Tholut itu, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Untung Sugiono menyatakan bahwa pemberian remisinya sudah sesuai dengan aturan. "Remisi itu merupakan hak setiap narapidana. Kami hanya melaksanakan perintah undang-undang," kata Untung kemarin.
Menurut Untung, pemotongan masa hukuman untuk Abu Tholut tak mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam aturan baru itu, narapidana terorisme diberi remisi setelah menjalani sepertiga masa hukumannya.
Sedangkan Abu Tholut, kata Untung, diberi remisi berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999. "Sebab, dia ditahan sejak 2003," katanya. Dalam aturan lama itu, narapidana, baik narapidana umum maupun terorisme, diberi remisi setelah menjalani enam bulan masa hukumannya. Singkatnya, Abu Tholut mendapatkan remisi lebih cepat karena mengikuti aturan lama.
Berdasar data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Abu Tholut ditahan sejak 14 Juli 2003. Sebelumnya, mantan ketua mantiqi III itu ditangkap di Bekasi pada 8 Juli 2003 atas kepemilikan senjata api yang disimpan di Bekasi dan Semarang.
Selanjutnya, dia divonis delapan tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 11 Mei 2004. Abu Tholut dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang setelah bandingnya ditolak Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Dia resmi menjadi penghuni lapas sejak 9 Agustus 2004.
Berdasar perhitungan, bila Abu Tholut menjalani seluruh masa hukumannya dipotong masa penahanan sebelum eksekusi vonis, dia baru bebas 9 Agustus 2011. "Jadi, dia dikurung di lapas itu seharusnya tujuh tahun," kata Untung.
Lantaran RI masih menerapkan aturan lama, Abu Tholut mendapat remisi umum enam bulan sejak dia dikurung. Total jenderal, ditambah dua remisi khusus, sekali lagi remisi umum, dan remisi dasawarsa, yang diberikan pada waktu yang berbeda-beda, Tholut mendapat korting hukuman setahun.
Menurut Untung, lantaran dianggap berkelakuan baik dan telah menjalani dua per tiga masa hukumannya, Abu Tholut dibebaskan bersyarat pada 27 Agustus 2007. Dia bebas berdasar Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor E4.XVI.4100.PK.04.05 THN 2007 bertanggal 13 Agustus 2007.
Apa yang dimaksud kelakuan baik itu? Menurut Untung, definisinya macam-macam. "Di antaranya, mengikuti program lapas, lalu juga aktif dalam kegiatan antarnapi," ujarnya.
Di bagian lain, Mabes Polri tak ingin kasus serangan mendadak di Polsek Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara terulang. Secara khusus, Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri memerintah seluruh polda untuk bersiaga. Para Kapolda diperintahkan agar memperketat pengamanan kantor dan juga seriap anggotanya.
"Perintah disampaikan secara langsung melalui telekonferensi tertutup dengan seluruh Kapolda Kamis pagi tadi (23/09)," kata Kadivhumas Polri Irjen Pol Iskandar Hasan kemarin. Teroris diduga sudah sampai tahap eksekusi aparat negara yang dianggap bagian dari thaghut (lawan) yang harus diperangi.
Meski berada dalam kondisi siaga teroris, menurut Iskandar, seluruh Kapolda menjamin tetap memberikan pelayanan kepada masyarakat. "Kami tidak akan mengurangi pelayanan karena itu yang utama sebagai tugas negara," kata jenderal bintang dua itu.
Teroris Desertir Polisi Diancam Hukuman Mati Wajah Sofyan Tasauri, pecatan polisi yang berbalik menjadi teroris akhirnya muncul ke publik. Sofyan yang oleh kubu Abu Bakar Ba’asyir diduga kuat sebagai intel dan dalang pelatihan militer di Aceh diadili di PN Depok, Jawa Barat. 
Sofyan  didakwa dengan empat pasal berlapis terkait dengan keterlibatannya dalam jaringan teroris di Nanggro Aceh Darussalam (NAD). Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Totok Bambang mengatakan Muhammad Sofyan Tasauri alias Abu Ahyass alias Marwan terlibat jaringan teroris Aceh hingga akhirnya ditangkap tim Densus 88 Anti Teror Mabes Polri.
Keempat pasal tersebut, kata Totok, yakni Undang-Undang Terorisme dan Undang-Undang Darurat tentang Kepemilikan Senjata Api. ‘’Pasal 9 UU terorisme 15 /2003 ancaman hukuman mati, Pasal 15 Jo pasal 7 UU terorisme berencana ikut dalam jaringan terorisme ancaman seuumr hidup, Pasal 13 tentang penggunaan dana pribadi untuk membeli senjata pelatihan terorisme, dan UU Darurat 12/1951 tentang kepemilikan senjata api,’’ jelasnya.
Selain itu, kata Totok, Sofyan juga terlibat dengan pendanaan pelatihan militer di Aceh Besar bersama Dulmatin. Junmlahnya, kata Totok, mencapai Rp325 juta untuk jual beli senjata sebanyak 17 kali. ‘’Dana berasal dari Dulmatin dan jual beli senjata dilakukan antara Sutrisno dan Maulana yang juga anggota polisi bagian gudang, yang sidangnya akan digelar di Jakarta Timur. Ada 24 pucuk senjata, jenis AR-15 ada 9, AK-47 ada4, AK-58 ada 2, revolver ada 6, FN ada 1, Chalanger ada 1, Remington ada 1, dan 19.999 butir peluru, serta magazine 93 buah,’’ katanya.
Kelompok yang disuplai senjatanya oleh Sofyan Tsauri ini diduga polisi sama dengan kelompok perampok Bank CIMB Niaga di Medan, Sumatera Utara. 
Menurut Totok, peran Sofyan juga ideolog atau perancang gerakan. ‘’Terdakwa menyampaikan tentang jihad sebagai fardu a’in dan mengajarkan ukhuwah islamiyah, serta melakukan jual beli senjata yang diyakini sebagai proses amaliyah untuk pendanaan terorisme,’’ungkapnya.
Sofyan pernah menjabat sebagai Da’i Kamtibmas di Aceh Besar tahun 2002 setelah tamat dari sekolah Bintara Polri tahun 1998. Hingga akhirnya Sofyan dipecat tidak hormat (PTDH) dari keanggotaannya di Unit Samapta Polres Depok pada Juli 2009.
Secara terpisah, Ketua DPP FPI bidang hukum, Munarman menilai sosok Sofyan ini penting dicermati. ‘’Kami tidak yakin dia desersi polisi, tapi infiltrasi,’’ kata Munarman.
Menurut penggalangan informasi dari FPI, Sofyan adalah orang yang sangat aktif merayu para pemuda untuk ikut pelatihan di markas Brimob. ‘’ Dari informasi yang kami kumpulkan, dia agen yang disusupkan untuk menjebak pemuda FPI Aceh,’’ katanya.
Menurut Munarman, relawan jihad asal Aceh anak baik-baik. Buktinya, mereka sukarela menyerahkan diri. Ketika menggelar pelatihan di Aceh, mereka melakukannya secara terbuka dan tidak ada masalah. ‘’Tidak ada pelanggaran hukum. Justru saat batal ke Palestina, mereka ini didekati Sofyan,’’ katanya.
Polda Jambi Kerahkan Sniper
Pasca penyerangan Polsek Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara, yang menewaskan tiga anggota polisi, Rabu (22/9) dini hari lalu, seluruh jajaran polri langsung bersiaga, termasuk Polda Jambi. Kemarin (23/9), Kapolda Jambi Brigjen Pol Bambang Suparsono langsung memerintahkan jajarannya memperketat penjagaan di pintu masuk Provinsi Jambi.
Peningkatan pengamanan di daerah perbatasan yang menjadi pintu masuk ke Jambi ini dilakukan untuk mengantisipasi masuknya kelompok teroris Medan tersebut ke Jambi. Ini lakukan sesuai dengan instruksi Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri.
Sebanyak 120 personel dari Brimob, Samapta, Lalu Lintas, dan Intelijen, kemarin diturunkan. Mereka ditempatkan di empat titik pintu perbatasan, Jambi-Palembang, Provinsi Sumatera Selatan; Jambi-Linggau, Provinsi Sumatera Selatan; Jambi-Riau; dan Jambi-Padang, Provinsi Sumatera Barat.
Kabid Humas Polda Jambi AKBP Almansyah, mengatakan, penempatan personel itu untuk mengantisipasi berbagai hal yang tidak diinginkan. Seperti para pelaku yang akan kabur melalui Provinsi Jambi. “Seluruh kendaraan akan diperiksa. Ini untuk menutup peluang pelaku melarikan diri ke luar daerah,” katanya.
Ditanya lokasi mana saja yang mendapat penjagaan, dia menolak membeberkannya dengan alasan rahasia. “Yang jelas, ada empat titik perbatasan. Kalau kita beberkan di mana saja, itu sama saja mempermudah para pelaku,” ujarnya.
Menurut Almansyah, intel diturunkan untuk bisa lebih memantau kondisi di lapangan. Sehingga, hal-hal yang dianggap sangat mendesak bisa segera diketahui dan diinformasikan.
Selain dari polda, kata dia, tiap polres juga menurunkan personelnya untuk melakukan penjagaan. Personel yang diturunkan ke lapangan itu juga membawa senjata lengkap, termasuk penembak jitu alias sniper.
Pantauan di lapangan, sebelum diberangkatkan, seluruh personel melakukan apel kesiapan di Lapangan Hijau Mapolda Jambi, kemarin  (23/9) pagi. Setelah apel, secara bergiliran personel itu diberangkatkan. Hingga pukul 15.00, proses pemberangkatan masih terlihat. Mereka diberangkatkan baik dengan kendaraan polri, atau kendaraan umum.
Almansyah mengatakan, masyarakat di wilayah perbatasan juga diharapkan bisa berperan aktif. Warga diminta bisa membantu petugas dengan memberikan informasi secepatnya ke kantor polisi terdekat, bila mengetahui dan mencurigai ada warga baru yang masuk ke daerahnya.
Kapolri Minta Semua Mapolsek Siaga
Sebelumnya, Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri meminta seluruh jajaran kepolisian di daerah meningkatkan kewaspadaan. Permintaan Kapolri itu dimaksudkan untuk mencegah terulangnya insiden yang menewaskan tiga personel polisi itu.
"Tadi jam sembilan, Kapolri telah langsung menyampaikan ke polda-polda," ujar Kadiv Humas Polri Irjen (Pol) Iskandar Hasan dalam keterangan persnya di Mabes Polri, kemarin (23/9) sore. Dijelaskannya, instruksi Kapolri ini disampaikan melalui video conference yang dilakukan dengan seluruh Kapolda.
Peningkatan kewaspadaan, tambahnya, berupa pengawasan lebih ketat terhadap para pengunjung polsek, baik individu maupun kelompok. "Di satu pihak kita melayani masyarakat, tapi kta harus berhati-hati apakah masyarakat tadi benar-benar minta pelayanan atau tidak," imbuhnya.
Selain meminta peningkatan pengamanan, Kapolri juga meminta jajaranya untuk melakukan pendataan ulang senjata, peluru dan amunisi dan lainnya. Tujuannya, untuk mengetahui secara rinci jumlah amunisi yang dimiliki serta riwayat senjata yang dimusnahkan.
Dari pendataan ini, kata Iskandar, akan diketahui apakah senjata yang digunakan para perampok merupakan senjata yang berasal dari gudang polri atau tidak. "Ini untuk mengetahui ada kebobolan atau ada oknum yang memanfaatkan," ucapnya.
Sebelumnya, kasus penyelewengan senjata dari gudang polri pernah terungkap saat Densus 88 Anti Teror menangkap kelompok yang diduga teroris, yang melakukan pelatihan militer di pedalaman Aceh beberapa bulan lalu.
Saat itu, sejumlah pucuk senjata beserta ribuan butir amunisi yang disita merupakan senjata disposal milik polri yang seharusnya dimusnahkan karena kadaluarsa. Namun oleh oknum polisi yang bekerja di gudang senjata itu, senjata-senjata itu dijual ke kawanan yang diduga teroris itu. Hal inilah yang ingin dicegah polri dengan pendataan itu.(jpnn)
 

Artikel yang berkaitan




0 komentar:

Posting Komentar



Bagi yang ingin belajar PHP / HTML / MySQL Dan ingin membuat WEBSITE SENDIRI dengan sangat Mudah dan Murah sambil langsung praktek, Saya rekomendasikan anda belajar DI SINI atau DI SINI «« di klik biar situsnya keluar, 4 langkah Mudah dan 3 langkah JITU Murah dan Mudah Membuat WEBSITE. D12UL. D12UL


Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More