DIPAR KUSMI, KERINCI
Masjid
Jam’iyyatul Islamiyah atau sering disebut Masjid Hijau merupakan pusat
kegiatan jamaah Jam’iyyatul Islamiyah atau JMI. Jamaah itu sering
dituding sebagai kelompok Islam aliran keras di Kerinci. Pasalnya,
setiap bulan haji atau Zulhijjah, masjid itu menjadi tempat naik haji
bagi jamaah JMI.
MASJID
Jam’iyyatul Islamiyah terletak di Jalan Depati Parbo No 69, Desa Lawang
Agung, Kecamatan Sungaipenuh, Kota Otonom Sungaipenuh. Masjid itu
dikenal dengan sebutan Masjid Hijau.
Wajar
karena hampir seluruh bangunannya identik dengan warna hijau. Mulai
dari empat kubah masjid, beberapa bagian dinding, dan karpet lantai
berwarna hijau. Konon itu melambangkan suasana kesejukan dan kedamaian.
Masjid
itu didirikan sekitar 1990 secara swadaya anggota organisasi JMI yang
dipimpin Buya A Kharim Jamak serta dana partisipasi masyarakat. Sejak
didirikan, masjid itu menjadi pusat pengajian dari kelompok JMI.
Faisal
Karim, pengurus Masjid Hijau, menceritakan bahwa masjid bertingkat dua
itu merupakan bukti sejarah lahirnya organisasi pengajian Islam JMI di
Kerinci. Jam’iyyatul Islamiyah merupakan organisasi keagamaan di
Kerinci, saat ini menyebar ke seluruh Indonesia bahkan hingga luar
negeri.
Dijelaskan,
JMI didirikan pada 1970 di Kerinci oleh Buya Kharim Jamak, warga Tanjung
Rawang, Kerinci. Sebelum 1970, JMI sudah berdiri namun dengan nama
lain, yaitu Urwatul Wusto. “Saat itu anggotanya baru sedikit dan hanya
warga setempat yang ikut,” ujarnya. Setelah anggotanya banyak dan
tersebar di Kerinci, namanya diubah menjadi Jam’iyyatul Islamiyah.
Lebih
lanjut, Buya A Kharim Jamak dijuluki Bapak Pembina Tunggal JMI,
menyebarkan ajaran agama Islam dengan ajaran pokok yang berdasarkan pada
fardu ’ain atau Rukun Islam yang lima. Dia mulai menyebarkan agama
mulai dari desa kelahirannya, Tanjung Rawang, lalu masuk ke daerah Muara
Air Kumun dan beberapa daerah di Kerinci lainnya. JMI juga menyebar ke
Sumatera Selatan dan sekarang berkembang di seluruh provinsi. Malah
anggota JMI juga banyak di Malaysia, Singapura, dan Arab Saudi.
DPP
JMI saat ini berpusat di Jakarta dengan ketua dr Aswin Rose. Sedangkan
Kerinci merupakan DPD khusus JMI atau daerah istimewa JMI. “Di Kerinci
anggota JMI tersebar di 38 desa, dan secara keseluruhan anggota JMI
sekarang sudah berjumlah sekitar 5.000 orang lebih,” ungkap Faisal.
Ajaran
agama yang dibawa Buya A Kharim Jamak tidak berbeda jauh dari ajaran
Islam umumnya. “Seperti salat lima waktu tetap dijalankan, salat Jumat
juga biasa saja,” ujarnya. Selain itu di bulan puasa anggota JMI juga
berpuasa. Malam harinya Tarawih dan tadarusan. “TIDAK ada yang
menyimpang dari syariat Islam,” katanya.
Yang
menjadi sorotan masyarakat pada JMI di Masjid Hijau yaitu ketika bulan
haji. Setiap Zulhijjah atau Idul Adha, seluruh anggota JMI dari berbagai
provinsi di seluruh Indonesia, dan bahkan dari luar negeri seperti
Singapura, Malaysia, dan Arab Saudi, datang ke Masjid Hijau untuk Ziarah
ke makam Buya A Kharim Jamak.
Saat
itu anggota JMI berkumpul dan menginap selama dua hari di pemondokan
Masjid Hijau yang berada di sebelah kanan-kiri masjid. Para anggota JMI
juga mengadakan jamuan makan bersama saat itu. “Di belakang masjid ada
dapur umum. Saat hari raya haji ibu-ibu anggota JMI masak bersama di
situ,” kata Faisal Karim.
Jadi
kegiatan ziarah dan menginap di Masjid Hijau dimanfaatkan oknum
tertentu yang menuding di Masjid Hijau dilaksanakan ibadah haji.
“Padahal kenyataannya tidak benar sama sekali,” ujar Faisal. Ajaran JMI
tetap mewajibkan haji ke Baitullah sesuai pokok ajaran Buya A Kharim
Jamak, yakni rukun Islam kelima adalah naik haji ke Mekkah bagi yang
mampu.(*)
http://www.jambi-independent.co.id
0 komentar:
Posting Komentar