Liputan6.com, Springfiled: Pembakaran Alquran yang sebelumnya akan
dilakukan oleh pendeta dari Florida Terry Jones, pada peringatan tragedi
11 September, urung dilaksanakan karena mendapatkan kecaman dari
berbagai pihak. Namun ternyata oleh pendeta Bob Old dan Danny Allen.
Mereka membakar Alquran di halaman belakang sebuah rumah di
Springfileld, Amerika Serikat, Sabtu (11/9) silam.
Bob Old dan rekannya Danny Allen berdiri bersama di halaman belakang
rumah tua. Mereka menyebut tindakan itu sebagai panggilan dari Tuhan.
Mereka membakar dua salinan Quran dan satu teks Islam lainnya di depan
segelintir orang, yang sebagian besar dari media.
Seperti dilansir Detroit News, ternyata pembakaran Alquran juga
terjadi di Michigan. Sebuah Alquran dibakar di depan pusat ajaran Islam
di kota tersebut.
Ryanne Nason, seorang cendekiawan Amerika Serikat, seperti dilansir
sebuah koran lokal Mainecampus, Kamis (15/9), menyebut bahwa pembakaran
yang dilakukan oleh sejumlah orang sangat menyedihkan dan memalukan. Di
AS, negara yang dibentuk pada keyakinan kebebasan beragama, setiap orang
diberikan hak untuk mempraktikkan agama yang mereka yakini, seperti
Yudaisme, Islam, Kristen, atau tidak menganut agama sama sekali. Dengan
membakar Alquran atau kitab suci agama lain, bayangan seluruh bangsa
lain membuat AS adalah negara tanpa kelas dan tidak etis.
Sungguh ironis bahwa Terry Jones atau Bob Old merasa memiliki
perlindungan berdasarkan amandemen pertama untuk membakar kitab suci
agama lain yang ia tidak percaya. Padahal semua muslim di AS dilindungi
oleh undang-undang konstitusional yang sama. Hal ini akan memeberikan
cela pada reputasi Amerika.
Menurut Ryanne, orang beragama menggunakan moral yang kuat dan
nilai-nilai, namun sekarang orang mendiskreditkan keyakinan mereka
karena bersifat menghakimi dan intoleransi. Salah satu dari banyak
alasan mengapa kita memiliki pasukan di Irak dan Afghanistan adalah
untuk melawan penindasan dan penganiayaan agama terhadap penduduk negara
di negara tersebut. Namun, saat ini ternyata warga negara Amerika
sendiri yang melecehkan agama lain.
Di Chicago, Mohammed Kaiseruddin, Dewan Direksi Pusat Ajaran Islam
memberikan gambaran terhadap pembakaran Alquran yang sangat berbeda
dengan nilai-nilai yang dianutnya. Ia mengatakan kepada Huffington Post
hari ini, "Kami merasa seperti kita sudah menjadi korban. Ketika kami
memegang Alquran, kami memperlakukannya dengan sangat hormat. Kami tidak
pernah menaruh salinan Alquran di lantai. Sejak kecil, kami selalu
mengingatkan anak-anak untuk menghormati kitab suci ini. Kami juga
mengajarkan kepada mereka ketika selesai membaca Alquran, mereka menutup
dan menciumnya, lalu menyimpannya". (Huffington
Post/Mainecampus/Detroitnews/DES/IAN)
0 komentar:
Posting Komentar