Komnas HAM Tolak Calon Kapolri
JAKARTA
- Komjend Pol Timur Pradopo akhirnya buka suara juga sejak disodorkan
pemerintah ke DPR RI sebagai calon tunggal Kapolri pada Senin malam
(4/10) lalu. Dengan mantap ia menjawab siap untuk menjalani proses fit
and proper test (uji kelayakan dan kepatutan)DPR RI nanti. Berbagai
pertanyaan banyaknya utang kasus saat dirinya menjabat sebagai Kapolda
Metro Jaya yang hanya 3,5 bulan dijawab dengan enteng saja oleh Timur.
"Saya kira utang-utang (utang kasus) itu Insya Allah akan diteruskan
oleh kapolda (lain)," ujar Timur usai mengikuti briefing Kapolri
terhadap para perwira tinggi Polri di gedung PTIK Kebayoran Baru Jakarta
Selatan, Selasa petang (5/10).
Kepada
wartawan ia juga mengakui tak punya persiapan khusus untuk menghadapi
fit and proper test di DPR RI nanti. "Siap..siap," ujarnya singkat
sambil menambahkan kalau dirinya saat ini fokus pada pekerjaaan di
jabatan barunya sebagai Kaba Harkam Polri.
Saat
ditanya apakah ada pesan khusus dari Presiden SBY terkait tugasnya
nanti sebagai Kapolri, Ia hanya menjawab bahwa semua tugas-tugas itu
sudah menjadi program yang berkelanjutan. "Nanti, sabar ya.. sedang kita
susun," pungkasnya.
Sementara
itu Kadiv Humas Mabes Polri Irjend Pol Iskandar Hasan mengatakan, kalau
Timur memang sudah masuk nominasi sebagai calon Kapolri. "Saya kira Pak
Timur calon yang selama ini disebut-sebut masuk nominasi," ujarnya.
Ia
juga mengatakan selain nama Timur maupun nama-nama lain yang diajukan
Kapolri BHD, seperti Komjend Pol Nanan Sukarna dan Komjend Pol Imam
Sudjarwo masih ada nama-nama lain yang menjadi nominasi Kapolri, dimana
semuanya ada 8 nama. "Presiden memilih dari yang diajukan, itu
wajar-wajar saja. Tidak ada kejutan, memang sudah ada dalam daftar
nama," ujarnya, lagi.
Ia
menilai, dari segi rekam jejak (track record) pun sosok Timur tidak ada
masalah baik sejak saat menjabat Kapolres Jakarta Barat, Kapolres
Jakarta Pusat, Kapolda Banten, Kapolda Jabar, dan Kapolda Metro Jaya
menurutnya Timur memimpin dengan baik. "Beliau punya wawasan dan
pengalaman yang memadai, hubungan antar angkatan sangat baik. Semuanya
(sesama anggota Polri) akan saling mendukung demi kepentingan
kepolisian, negara dan bangsa," terangnya.
Terkait
kasus penembakan mahasiswa Trisakti maupun peristiwa Semanggi I saat
Timur menjabat sebagai Kapolres Jakarta Barat dan Kapolres Jakarta
Pusat, menurut Iskandar, Timur tak pernah dinyatakan bersalah dan
dinyatakan bersih.
"Terkait
masalah itu (peristiwa Trisakti), itu kan masalah hukum. Tidak ada
keputusan bahwa Pak Timur bersalah. (terkait tragedy Semanggi I) Ada
nggak vonis? Sejauh ini dari segi hukumkan harus berdasarkan fakta
yuridis. Nggak diproses ya nggak ada masalah," tukasnya. Ia juga yakin
kalau internal Polri solid dalam mendukung Timur sebagai calon Kapolri.
Di
bagian lain, Komjen Pol Timur Pradopo yang diusulkan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) kepada DPR sebagai calon tunggal posisi Kapolri
sontak menuai kritik. Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM)
menilai pengajuan nama Timur tidak memenuhi rasa keadilan publik. Jika
Timur terpilih maka penegakan HAM di Indonesia akan ternoda. "Dari sisi
penegakan HAM, figur tersebut mempunyai track record yang kurang
bersih," kritik Komisioner Komnas HAM, DR Saharuddin Daming di Jakarta
kemarin (5/10).
Saharuddin
mengatakan, berdasar catatan Komnas HAM, alumnus Akpol 1978 itu
terindikasi sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas peristiwa
penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada 1998. Karena itu sosok
Timur dinilai rentan membahayakan reformasi yang kini gencar dilakukan
di tubuh Korps Baju Cokelat tersebut. "Catatan kami menyebut sosok ini
tidak begitu bersih," singkat Saharuddin
Melihat
kondisi penegakan hukum dan Kamtibmas yang terlilit sejumlah problem
pelik, kata dia, harusnya calon Kapolri adalah figur yang bersih dari
track record pelanggaran HAM. Selain itu, juga harus kaya dengan
pengalaman sebagai figur yang berkomitmen tinggi untuk melakukan
reformasi secara sungguh-sungguh segala kultur dan struktur Polri yang
kontra produktif dengan Tupoksi Polri.
Saharuddin
mengatakan, sosok Calon Kapolri harus dikenal luas sebagai orang yang
berani menolak dan memberantas segala bentuk praktek mafia. Termasuk,
tindakan over acting individu dan satuan Polri yang selama ini sering
melukai keadilan dan hati rakyat atas nama hukum. Ketimbang menunjuk
calon yang terindikasi kurang bersih, Presiden, kata dia, sebaiknya
fokus pada calon Kapolri yang mampu membangun profesionalisme prajurit
sehingga terwujud zero accident terhadap tindakan yang merusak citra
Polri. "Bukan sosok yang terindikasi pelanggar HAM," katanya.
Dari
sisi hukum, kata Saharuddin, pencalonan Timur, juga bermasalah karena
tidak melalui mekanisme pertimbangan Kompolnas sebagaimana tertuang pada
Pasal 38 ayat 1 huruf (b) UU No.2 tahun 2002 tentang Pori. Jika dirunut
secara mendalam, proses kenaikan pangkat Komjen Pol. Timur Pradopo,
tidak wajar dan cenderung dipaksakan karena hanya dalam waktu tidak
lebih setahun, yang bersangkutan mengalami kenaikan pangkat 2 kali. Hal
ini kurang sejalan dengan makna yang tersirat dalam ketentuan Pasal 11
ayat 6 UU No.2 tahun 2002.
"Di
sana disebutkan bahwa calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang
kepangkatan dan karir," jelasnya. Berdasakan hal itu Presiden dinilai
melanggar UU No.2 tahun 2002 tentang Polri. Kesalahan ini, kata dia,
tidak sepenuhnya diletakkan pada Presiden unsicht, tetapi merupakan
kelemahan pada tim kerja Presiden yang sering tidak komprehensif
kajiannya dalam memberikan pertimbangan kepada Kepala Negara.
Agar
kejadian seperti ini tidak terus berlanjut, kata dia, DPR sebaiknya
memreingatkan Presiden tentang indikasi pelanggaran Undang-Undang.
"Bahkan kalau perlu DPR berani menolak pengajuan Komjen. Pol. Timur
Pradopo sebagai calon Kapolri, karena dianggap tidak sesuai dengan
koridor hukum," pungkas dia.(jpnn)
0 komentar:
Posting Komentar