
JAKARTA
- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Menpan&RB) EE Mangindaan mensinyalir adanya modus akal-akalan yang
dilakukan kepala daerah dalam menentukan usulan formasi CPNS yang
diajukan ke pemerintah pusat.
Disinyalir,
dalam menentukan formasi CPNS, kepala daerah lebih memikirkan sanak
keluarganya dan para anggota tim suksesnya saat maju di pemilukada.
Mangindaan
memberi contoh, bila sanak keluarga dan anggota tim suksesnya itu lebih
banyak), Jumat (13/8). berlatar belakang pendidikan sarjana hukum, maka formasi CPNS
yang diajukan didominasi kebutuhan tenaga sarjana hukum.
"Jika memang daerah tersebut butuh tenaga hukum yang banyak, itu tidak masalah. Yang jadi masalah jika tujuannya agar keluarganya jadi PNS," ujar Mangindaan kepada Jawa Pos National Network (JPNN
Akibatnya,
lanjut mantan Gubernur Sulut itu, tenaga aparatur yang dihasilkan tidak
berkualitas, tidak sesuai kebutuhan, dan tidak bisa mendongkrak PAD
(pendapatan asli daerah) karena daya inovasinya minim.
Terkait
soal PAD, Mangindaan menyoroti pola pikir kepala daerah yang sangat
bergantung pada Dana Alokasi Umum (DAU). Caranya dengan mengusulkan
formasi CPNS yang gemuk agar dapat dana transfer DAU dari pusat dalam
jumlah besar. Padahal, DAU itu antara lain untuk menggaji PNS.
"Kondisi
ini sudah berlangsung lama dan tetap terjadi. Akibatnya, daerah tidak
punya inisiatif untuk mengembangkan potensi daerahnya baik SDM maupun
SDA-nya untuk meningkatkan PAD," terangnya.
Penambahan
PNS, menurut politisi dari Partai Demokrat itu, harusnya menjadi
investasi bagi daerah dan bukan menambah beban negara.
Mangindaan mendorong kepala daerah agar tidak sembarangan mengajukan formasi kebutuhan PNS.
"Tinggalkan
pemikiran lama bahwa banyak PNS banyak DAU. Pemda harus berpikir
bagaimana investasi (PNS, red) yang sudah ditanamkan itu bisa
menghasilkan PAD tinggi," tandasnya.
Kendalikan Jumlah PNS
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan&RB),
EE Mangindaan meminta DPR RI agar membantu pemerintah dalam
mengendalikan jumlah PNS di daerah.
Permintaan
Mangindaan itu disampaikan menyusul adanya penyataan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono agar jumlah pertumbuhan PNS dikendalikan.
Mangindaan
mengatakan, banyak anggaran publik yang terkorbankan karena tersedot
oleh belanja aparatur negara. "Dibandingkan negara lain, jumlah PNS di
Indonesia yang saat ini mencapai 4,7 juta sebenarnya masih normal dan
rasionya masih rendah. Hanya saja dengan jumlah honorer yang mencapai
ratusan ribu orang, maka itu akan sangat mengganggu penetapan formasi
CPNS," tutur Mangindaan kepada JPNN, Jumat (13/8).
Apalagi
dengan adanya rekomendasi DPR agar guru swasta diangkat menjadi PNS
tanpa tes, dinilai Mangindaan semakin menyulitkan posisi Kementerian
yang dipimpinnya dalam mencari formula yang tepat tentang berapa
sebenarnya kebutuhan riil jumlah PNS di lapangan.
"Tidak
direkomendasikan DPR saja banyak guru swasta yang demo minta di
PNS-kan, apalagi ada rekomendasi. Saya mengerti posisi anggota DPR
karena sebagai wakil rakyat dia ingin menyenangkan konstituennya. Tapi
ya tolong dipikirkan keuangan negara kita, apakah cukup atau tidak,"
terangnya.
Lebih
lanjut dikatakan, pengendalian PNS itu bukan hanya tanggung jawab
pemerintah saja. DPR sebagai wakil rakyat, kata Mangindaan, juga harus
terlibat terutama dalam memberikan opini pada masyarakat bahwa pemda
maupun negara butuh aparatur yang bisa melayani publik dan menjadi motor
penggerak perekonomian daerah.
"Dalam
setiap kesempatan berkali-kali saya tegaskan, penerimaan PNS lebih
difokuskan pada tenaga profesional yang berbasis kompetensi. Kalaupun
ada honorer yang harus diselesaikan, itu hanya yang tercecer dan honorer
pemerintah saja. Yang tenaga swasta tidak bisa dan ini tolong dipahami
anggota DPR karena dalam UU sudah jelas diatur tentang itu," pungkasnya.
(esy/jpnn) JE
0 komentar:
Posting Komentar